Sebuah pengakuan mengejutkan datang dari kapten timnas Spanyol, Álvaro Morata. Dalam wawancara terbarunya, penyerang berusia 32 tahun itu mengungkap bahwa ia sempat berpikir untuk pura-pura cedera demi menghindari keikutsertaannya di ajang Euro 2024 yang lalu.
Pernyataan tersebut sontak mengundang perhatian publik dan media, mengingat Morata adalah salah satu pemain kunci La Roja dalam beberapa tahun terakhir. Meski pada akhirnya tetap membela negaranya di turnamen tersebut, pengakuannya membuka sisi emosional yang jarang terlihat dari seorang pesepakbola profesional.
“Ada momen di mana saya benar-benar merasa sangat lelah secara mental. Saya bahkan sempat berpikir untuk pura-pura cedera agar tidak ikut ke Euro,” ungkap Morata.
Tekanan dan Kritik yang Berat
Morata mengakui bahwa tekanan dari publik dan kritik media telah membuatnya berada di titik kelelahan emosional. Menurutnya, ekspektasi tinggi dari para pendukung, dikombinasikan dengan sorotan negatif, sempat membuatnya kehilangan semangat untuk bermain bagi tim nasional.
Ia menambahkan bahwa menjadi bagian dari skuad nasional bukan hanya soal kebanggaan, tetapi juga beban besar yang tak semua orang bisa pahami dari luar.
“Kadang orang hanya melihat kami di lapangan, tapi mereka tidak tahu betapa beratnya tekanan yang harus kami hadapi di balik layar.”
Dukungan Tim dan Keluarga Jadi Penentu
Morata pada akhirnya tetap memilih untuk membela Spanyol di Euro 2024 berkat dukungan dari keluarga, rekan setim, dan staf pelatih. Ia menyebut pelatih dan kapten tim sebagai sosok yang membantunya kembali percaya diri dan merasa berarti di tim.
Meski Spanyol tidak keluar sebagai juara, kehadiran Morata di skuad tetap berpengaruh dalam menjaga dinamika dan semangat tim.
Refleksi tentang Kesehatan Mental Pemain
Pengakuan ini memperkuat pentingnya isu kesehatan mental di dunia sepak bola, terutama bagi pemain yang terus berada di bawah tekanan publik. Morata berharap pengalamannya bisa menjadi pembuka mata bahwa pemain sepak bola pun manusia biasa yang bisa merasa terpuruk dan butuh ruang.
“Saya tidak ingin dikasihani, tapi saya ingin orang tahu bahwa kami juga punya batas. Sepak bola bukan hanya tentang menang dan kalah, tapi juga tentang bertahan secara mental,” pungkasnya.